Masalah pernikahan mendapat perhatian yang sangat khusus dalam ajaran Islam. Sebelum menikah, seorang Muslimah dianjurkan untuk memperhatikan kriteria dan kualitas calon suami yang akan menjadi pendamping hidupnya hingga akhir hayat.
Umar bin Khatthab RA seperti dikutip dalam kitab Makarim al-Akhlaq, mengajarkan kaum Muslimah agar memperhatikan kriteria laki-laki calon suaminya. Menurut Umar, kriteria laki-laki secara umum terbagi ke dalam tiga golongan.
Pertama, laki-laki yang menjaga diri, lemah lembut, cepat berpikir, dan memiliki keputusan yang tepat. Kedua, laki-laki yang ketika dihadapkan pada satu persoalan akan pergi pada orang yang ahli untuk meminta nasihat dan masukan. Dan ketiga, laki-laki yang selalu bingung, tidak pintar, dan enggan mendengarkan pendapat orang lain.
Tidak semua Muslimah mendapatkan jodoh terbaik seperti dijelaskan Umar pada kriteria pertama. Karenanya, para ulama menjelaskan prinsip-prinsip utama menentukan calon suami sebelum mengarungi bahtera rumah tangga. Suatu ketika Imam Hasan bin Ali ditanya oleh seseorang, Saya mempunyai seorang anak gadis. Menurut tuan, dengan siapakah sebaiknya ia saya nikahkan?
Nikahkanlah dengan laki-laki yang bertakwa kepada Allah, jawab Imam Hasan. Kalau laki-laki itu mencintai anakmu, ia akan memuliakannya, dan kalau tidak mencintainya, ia tidak akan menganiayanya, imbuh Imam Hasan.
Apa yang dikatakan oleh Imam Hasan itu merupakan pedoman bagi seorang wali dan seorang gadis untuk memilih calon suami yang tepat. Bahwa seorang suami haruslah sosok yang beriman kepada Allah SWT dan berakhlak mulia.
Di samping itu, para ulama juga menguraikan konsep kufu'. Umumnya, kufu' diartikan kesepadanan antara suami dan istri, baik status sosialnya, nasabnya, hartanya, ilmunya, dan imannya. Akan tetapi sekelompok ulama berpandangan, unsur kufu' yang terpenting adalah iman dan akhlak; bukan nasab, harta, dan lainnya.
Hal itu didasarkan pada firman Allah, Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu adalah orang yang paling bertakwa di antara kamu. (QS al-Hujurat [49]: 13).
Ayat itu menegaskan persamaan semua manusia. Tidak seorang pun yang lebih mulia dari yang lain kecuali karena ketakwaannya. Itu ditunjukkan dengan menjalankan kewajiban-kewajibannya kepada Allah dan kepada sesama manusia.
Dengan demikian, kata Ibrahim Muhammad al-Jamal dalam Fiqh al-Mar'ah al-Muslimah, laki-laki yang saleh, sekalipun ia bukan dari keturunan orang terpandang, boleh dipilih sebagai calon suami. Begitu pula dengan laki-laki miskin. Ia boleh dipilih sebagai calon suami, sejauh ia pandai memelihara diri dari perbuatan-perbuatan keji.
Sebaliknya, jika laki-laki itu tidak teguh menjalankan agamanya, ia tak pantas dijadikan suami oleh Muslimah yang taat. Ibnu Rusyd, dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid, mengatakan, Tidak ada perbedaan pendapat dalam Mazhab Maliki, bahwa jika ada gadis yang dipaksa orangtuanya untuk menikah dengan laki-laki pemabuk atau fasik, maka ia berhak menolak. Begitu pula jika ia akan dinikahkan dengan laki-laki yang hartanya diperoleh dengan cara-cara yang haram.
Pendapat Ibnu Rusyd itu diperkuat dengan kenyataan bahwa orang pemabuk cenderung kehilangan akal sehat dalam bertindak. Sehingga, sangat mungkin ia akan melakukan tindakan-tindakan kekerasan yang membahayakan keselamatan sang istri.
Lantas, bagaimanakah jika seorang Muslimah baru mengetahui kerusakan moral suaminya setelah menikah? Menurut Mazhab Hanafi, sang istri boleh mengadukan suaminya yang rusak moralnya kepada hakim. Jika si suami dipandang telah bertindak keterlaluan karena membahayakan si istri, maka hakim dapat memberikan hukuman yang setimpal, sebagai sarana pendidikan bagi si suami agar memperbaiki perilakunya. Meski demikian, menurut mazhab ini, si istri tetap belum boleh meminta cerai.
Sedangkan, menurut Mazhab Maliki, bila seorang istri mendapatkan perlakuan kasar dari suaminya hingga membahayakan keselamatannya, ia boleh mengadu ke hakim dan meminta cerai. Tetapi hakim boleh mengabulkan permintaan itu, hanya jika ia melihat si istri tidak mungkin bisa hidup lebih baik selama dalam ikatan perkawinan tersebut.
بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ
SIFAT LELAKI / CALON / SUAMI YANG SOLEH
Kadang kala kita salah dalam menilai seorang lelaki yang baik berdasarkan kerja nya. Pada dasarnya lelaki yang baik itu sebenarnya terletak pada agamanya. Banyak yang beranggapan lelaki beragama itu mestilah seorang ustaz, imam masjid, pelajar agama dan seumpamanya.
Sebenarnya perkara ini juga tidak benar. Ramai dikalangan ahli agama yang sering memukul isteri, bersifat kasar, tidak pandai melayani isteri dan sebagainya. Jadi ini juga bukanlah ciri-ciri seorang lelaki yang baik sebagaimana yang digambarkan oleh Rasulullah. Lelaki yang baik dan beragama itu mempunyai sifatnya yang tersendiri.
· Solehdapat di definisikan sebagai seorang lelaki muslim yang beriman (mukmin), bersih dari segi zahir dan batinnya, mengambil makanan yang bersih dan halal (bukan dari sumber yang haram).
·
· Sentiasa berusaha menjauhkan dirinya dari perkara yang akan mendorong kearah maksiat dan menariknya ke jurang NERAKA yang amat dalam. Ialah seorang lelaki yang sentiasa taat kepada Allah swt. Dan Rasul nya walau dimana saja mereka berada.
·
Kita sendiri (Wanita/Laki-laki) harus menyadari bahwa bukanlah manusia sempurna, ada kesalahan yang dilakukan sengaja atau tidak akan tetapi kembalilah dan mohon ampun kepada Allah swt,
Jika anda seorang wanita, carilah lelaki yang mempunyai sifat-sifat ini — Jika anda seorang lelaki, jadilah seorang lelaki yang mempunyai sifat-sifat ini.
1. *.Kuat amalan agamanya.Menjaga solat fardhu, kerap berjemaah dan solat pada awal waktu. Auratnya juga sentiasa dipelihara dan memakai pakaian yang sopan. Sifat ini boleh dilihat terutama sewaktu bertemu
1.
2. *.Akhlaknya baik, Yaitu seorang yang tampak tegas, tetapi sebenarnya seorang yang lembut. Pertuturannya juga mesti sopan, melambangkan peribadi dan hatinya yang mulia.
2.
3. *.Tegas mempertahankan Jati-diri nya, Tidak berkunjung ke tempat-tempat yang dapat menjatuhkan nama-baiknya.
3.
4. *.Amanah, tidak mengabaikan tugas yang diberikan dan tidak menyalahgunakan kuasa dan kedudukan.
4.
5. *.Tidak boros, tetapi tidak pelit. Mengerti menggunakan uang untuk keperluan yang bermanfa’at dengan bijaksana.
5.
6. *.Menjaga matadengan tidak melihat perempuan lain yang lalu lalang ketika sedang bercakap-cakap.
6.
7. *.Pergaulan yang terbatas, tidak mengamalkan cara hidup bebas walaupun dia tahu dirinya mampu berbuat demikian.
7.
8. *.Mempunyai kawan pergaulan yang baik, Kawan pergaulan seseorang itu biasanya sama.
8.
9. *.Bertanggung-jawab, Lihatlah dia dengan keluarga dan Ayah Ibu nya.
9.
10. *.Wajah yang tenang, Terlihat dari cara berbicara, Bekerja dan saat dalam suasana Cemas.
10.
11. *.Jika berhadapan dengan masalah, Tidak mudah mengumpat dan cepat marah karena syaitan tidak suka manusia dengan kesabarannya. Maka cobalah untuk bersabar dan terus bersabar, INSYA ALLAH akan memberi ketenangan.
11.
12. *.Dapat mendengarkan alasan dan teguran, mana tahu di sebaliknya itu terdapat kebenaran dan sebagai panduan diri untuk membaiki diri menjadi lebih baik…
12.
Semoga Sifat-sifat ini dapat diamalkan oleh kita semua kaum lelaki yang mencari ridha Allah.
Buat wanita solehah yang mencari pasangan yang soleh, cobalah anda perhatikan Sifat-sifat yang terangkum di atas pada setiap lelaki yang anda kenal. Jika Sifat-sifat ini ada pada mereka. Walau bagaimanapun juga, tidak semestinya semua sifat di atas terpenuhi, jika hanya terdapat 5-6 sifat itu sudah memadai. Manusia dapat berubah suatu saat nanti.
Insya Allah sifat-sifat baik yang lain akan menyusul dengan usaha dan kesabaran untuk mencapainya.
Rasulullah bersabda :
*.Nikahilah seseorang disebabkan keturunan, wajah, harta dan agamanya, yang paling baik ialah agamanya.
KRITERIA-KRITERIA LELAKI SOLEH
YANG DIMAKSUDKAN OLEH AL QURAN DAN AL HADIST
1.Senantiasa taat kepada Allah swt dan Rasullulah S.A.W.
2.Jihad Fisabilillah adalah maklumat dan program hidupnya.
3.Mati syahid adalah cita cita hidup yang tertinggi.
4.Sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan dari Allah swt.
5.Ikhlas dalam beramal.
6.Kampung akhirat menjadi tujuan utama hidupnya.
7.Sangat takut kepada ujian Allah swt. Dan ancamannya.
8. Selalu memohon ampun atas segala dosa-dosanya.
9.Zuhud dengan dunia tetapi tidak meninggalkannya.
10.Solat malam menjadi kebiasaannya.
11.Tawakal penuh kepada Allah ta’ala dan tidak mengeluh kecuali kepada Allah swt
12.Selalu berinfaq dalam keadaan lapang maupun sempit.
13.Menerapkan nilai kasih sayang sesama mukmin dan ukhwah diantara mereka.
14.Sangat kuat amar maaruf dan nahi munkarnya.
15.Sangat kuat memegang amanah, janji dan rahasia.
16.Pemaaf dan lapang dada dalam menghadapi kebodohan manusia, senantiasa saling koreksi sesama ikhwan dan tawadhu penuh kepada Allah swt.
17.Kasih sayang dan penuh pengertian kepada keluarga.
1. MENCARI NAFKAH
Tugas mencari nafkah dibebankan kepada kaum lelaki karena kelebihan dalam penciptaannya yang berupa kekuatan fisik dan akal fikirannya. Oleh itu lelaki mampu untuk bekerja keras untuk mencari nafkah, memberi perlindungan dan pertahanan kehidupannya terutama kepada keluarga, agama, bangsa dan agamanya. Inilah sebabnya lelaki diangkat menjadi pemimpin bagi kaum wanita.
2. BERJIHAD FIISABILILLAH
Jihad merupakan amal yang paling utama dan puncak ketinggian Islam. Tidak ada satu pun amalan soleh yang dapat menandingi Jihad. Orang soleh tidak sedikit pun merasa gentar dan takut apabila berjuang menegakkan agama Allah sebaliknya sentiasa tersenyum bangga menjadi seorang hamba Allah dengan gelar paling indah yaitu MUJAHIDIN.
3. MELINDUNGI DAN MEMBELA KAUM YANG LEMAH DAN TERTINDAS
Sememangnya sejak akhir-akhir ini golongan kafir senantiasa mencari peluang untuk menindas dan menakluki negara-negara serta umat- umat Islam. Orang orang yang soleh haruslah peka dan bersedia untuk bertindak balas supaya umat-umat Islam tidak akan ditindas dengan sewenang-wenangnya oleh golongan tersebut.
4. MEMIMPIN & MENDIDIK ANAK & ISTRI
Mengajar dan membimbing dengan cara yang baik sehingga anak / isteri yang tidak soleh/solehah menyadari akan kesalahannya dan menggantikan cara hidupnya menjadi anak/isteri soleh/solehah. Mendidik anak/isteri dengan bijaksana sehingga dia menyadari makna yang sebenarnya dan bersedia mengubahnya.
Sabda Rasulullah:
*.“Orang yang terbaik diantara kamu adalah orang yang terbaik terhadap isterinya, dan aku adalah orang yang terbaik diantara kamu terhadap isteriku.” … ( HR Ibnu Majah )
Tauladan Rasulullah dalam kehidupan berkeluarga: Keadaan beliau sebagai suami dan ayah. Kebiasaan beliau di tengah kehidupan bekeluarga. Cinta kasih beliau terhadap isteri dan anak.
Dasar Dalam Memilih Calon Suami
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
وَمِن ءَآيٰتِهٖ أَن خَلَقَ لَكُمْ مِّن أَنفُسِكُمْ أَزْوٰجًا لِتَسْكُنُوآ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَرَحْمَةًۚ إِنَّ فِى ذٰلِكَ لأَٰيَـٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
” Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” ) Ar-Rum )30( ayat; 21(.
Ketenteraman jiwa dari kehendak nafsu merupakan masalah asas yang pertama bagi kedua suami-isteri. Perkataan ” Ketenteraman Jiwa” amat mendalam maknanya.
Islam telah meletakkan kaedah-kaedah pokok sebagai dasar pertimbangan yang sehat dalam memilih suami. Jika setiap orang mengikut, mengambil berat dan melaksanakan dasar-dasar tersebut tentu mereka dapat menyelamatkan puteri-puterinya dari berbagai macam kesukaran, penderitaan dan kemalangan yang menimpah ke atas mereka.
Dasar Perimbangan Pertama
Dasar pertimbangan pertama ialah; Nabi SAW bersabda:
إِذَا أَتَا كُمْ مَن تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُن فِتْنَةٌ فِى اْلأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ
“Jika seorang lelaki( datang ) untuk meminang anak perempuan kamu( dan kamu berpuas hati dengan agamanya serta akhlaknya, nikahkanlah ia dengan anak perempuan kamu. Jika hal itu tidak kamu lakukan maka akan terjadi fitnah di muka bumi.”
Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA itu, Rasulullah SAW meletakkan asas pertama yang kuat, dasar yang kukuh, prinsip yang sehat dan kaedah yang tepat dalam memilih suami.
Beliau SAW menyeru supaya dalam hal memilih suami hendaklah lebih mendahulukan pertimbangan soal akhlak dan agama daripada pertimbangan-pertimbangan lainnya. Baginda SAW menekankan supaya kita rela menerima dua hal itu dalam memilih suami akan dapat menimbulkan fitnah da kerusakan yang luas di kalangan masyarakat. Kerusakan tersebut akan dapat menghancurkan nasib anak gadis yang shalih jika ia diserahkan sebagai isteri kepada seorang lelaki fasik dan durhaka, hanya lelaki itu mempunyai banyak harta atau mempunyai kedudukan yang tinggi.
Seorang lelaki datang menemui Al-Hasan bin Ali RA, meminta nasihat: dengan lelaki yang bagaimanakah yang layak dikawinkan dengan putrinyya. Ia berkata: “Anak perempuanku dipinang oleh beberapa orang lelaki, dengan siapakah yang sebaiknya aku mengawinkannya?” Al- Hasan menjawab: “Kawinkanlah dia dengan lelaki yang bertaqwa kepada Allah, sebab kalau ia mencintai isterinya ia pasti menghormatinya, tetapi kalau tidak menyukainya ia pasti tidak akan berlaku dzalim terhadapnya.”
Dasar Pertimbangan Yang Kedua
Dasar pertimbangan yang kedua
Allah SWT berfirman:
الزَّانِى لاَ يَنكِحُ إِلاَّ زَانِيَةً أَوْمُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لاَيَنكِحُهَآ إِلاَّ زَانٍ أَوْمُشْرِكٌۚ وَحُرِّمَ ذٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.” ) An-Nur )24( ayat
Al-Fudhail bin Iyyadl berkata: “Siapa yang menghormati ahli bid’ah berarti ia memberi bantuan untuk meruntuhkan Islam, dan siapa yang tersenyum kepada ahli bid’ah maka ia telah menganggap remeh apa yang diturunkan Allah SWT kepada Muhammad SAW, dan siapa yang menikahkan puretinya kepada mubtadi’ maka ia telah memutuskan hubungan silaturrahimnya, dan siapa yang mengiringi jenazah seorang mubtadi’ akan senantiasa berada dalam kemarahan Allah sampai ia kembali.” ) Syarhus Sunnah : 139(.”
” Barangsiapa menikahkan anak perempuannya dengan lelaki fasik ) durhaka( berarti ia telah memutuskan hubungan silaturrahim dengan anaknya sendiri.”
Atsar dari Anas RA itu, meletakkan asas kedua, yakni asas yang harus dipertimbangkan sebaik-baiknya dalam memilih seorang calon suami bagi gadisnya. Asas yang kedua ini berkaitan erat dengan asas yang pertama tadi, yaitu jika tidak diambil perhatian dan tidak kita laksanakan, pasti akan mengakibatkan fitnah dan kerusakan yang luas di dalam kehidupan masyarakat.
Apakah yang lebih besar selain fitnah atau malapetaka yang menimpah gadis-gadis yang berjiwa bersih dan baik yang jatuh ke tangan kaum lelaki durjana yang tidak menjaga hubungan kekeluargaan dan tidak menghormati akad perjanjian.[next]
Allah SWT berfirman:
وَأَخَذْنَ مِنكُمْ مِيثَـٰقًا غَلِيظًا
” Dan mereka ) isteri-isterimu( telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat ) berat(.” ) An-Nisa )4( ayat; 21(.
Kalau nasib gadis-gadis yang jatuh ke dalam cengkaman mereka, jika terus-menerus menjadi isteri-isteri mereka, tentu akan kehilangan keyakinan agamanya, atau pasti akan kehilangan maslahat keduaniaannya jika wanita-wanita itu lebih mengutamakan keselamatan agamanya demi keridhaan Allah SWT.
Betapa banyak gadis yang hidup bersih dan suci di tengah-tengah keluarganya, tetapi setelah hidup bersama suaminya ia hanyut ke dalam arus kedurhakaan hingga berubah peragai dan tingka-lakunya. Itulah akibat tersalah pilih yang dilakukan oleh keluarganya pada waktu memilih calon suami baginya, atau karena keluarganya terpengaruh dengan harta dan kedudukan calon menantunya.
Gadis yang pada mulanya baik akhirnya terseret oleh kebiasaan buruk suaminya, suka minum arak, berjudi, meninggalkan pakaian hijab, bergaul bebas dengan lelaki lain yang bukan muhrimnya, meninggalkan shalat, puasa dan bentuk-bentuk ibadah yang lain, semuanya itu jelas merupakan kerugian yang nyata sekali bagi dirinya. Maka itu di peringatkan “Barangsiapa mengawinkan anak perempuannya dengan lelaki fasiq berarti ia telah memutuskan hubungan silaturrahim dengan anaknya sendiri.”
Anak perempuan adalah tali silaturrahim yang terkuat dan lebih mudah menerima nasihat dan lebih patuh kepada orang tuanya daripada anak lelaki, karena itu seorang ayah yang mengabaikan kewajiban terhadap anak perempuannya, sesungguhnya ia telah berbuat kezhaliman yang besar, hampir dengan kezhaliman orang-orang yang memutuskan hubungan silaturrahim, Allah SWT menyatakan sebagai orang-orang terkutuk. Allah SWT berfirman:
فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا فِى اْلأَرْضِ وَتُقْطِعُوٓا أَرْحَامَكُمْ أُوْلَـٰٓئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَىٰٓ أَبْصَـٰرَهُمْ
“Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang di laknat Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka.” ) Muhammad ) 47( ayat; 22-23(.
Kalau ada larangan datangnya dari pembawaan syariat, maka haruslah seorang ayah memilih siapakah bakal menjadi menantun oleh anak gadisnya.
Rasulullah SAW melarang ayah mengawinkan anak gadisnya dengan lelaki fasiq, lebih lagi Allah melarang seorang ayah mengawinkan anak gadisnya dengan seorang lelaki yang meninggalkan kewajiban, seperti shalat dan puasa, setengah ulama berpendapat bahwa orang yang tidak menunaikan kewajiban zakat di mana hartanya telah mencapai haul dan nisab, atau orang yang mengingkari kewajiban zakat, hukumnya wajib di perangi mereka sampai mereka membayarkan yang telah ditetap oleh Rasulullah SAW; apalagi orang yang meninggalkan shalat?
Rasulullah SAW bersabda:
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلَاةِ….وَفى رواية، اَلْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلَاةُ، فَمَن تَرَكَهَا فَقَدْكَفَرَ
” Di antara seseorang hamba dengan kufur ) kekafiran(, ialah meninggalkan shalat, dalam riwayat yang lain yang berasal dari Buraidah RA berkata: “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Perjanjian ) batas( yang diletakkan antara kita umat Islam dengan orang kafir, ialah shalat. Maka barangsiapa meninggalkan shalat kafirlah dia.” ) HR. Muslim, Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’i dan Tarmizi(. [next]
Dasar Pertimbangan Ketiga
Dalam memilih jodoh janganlah ada orang yang memandang soal-soal lahir, karena soal-soal lahir sering tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Jangan memandang material, karena material tidak akan bertahan lama dan akan segera lenyap,. Jangan memandang kedudukan, karena kedudukan hanya bersifat pinjaman, dan jangan pula memandang pangkat, karena pangkat itu sesungguhnya hanya sementara saja.
Suatu hal yang tidak dapat diterima di dalam Islam, ialah” Seorang bapak kalau mau mengawinkan anaknya perempuannya, hanya dengan lelaki yang sanggup membayar maskawin yang tinggi.” Ada juga seorang bapak dia tidak mau mengawinkan anak perempuannya, kecuali dengan lelaki yang berpangkat atau berkedudukan tinggi, atau dengan lelaki yang kaya, tanpa memandang dari segi akhlak dan penghayatan agamanya.
Islam tidak memandang anak gadis sebagai barang dagangan yang boleh dijualbelikan. Islam tidak menganggap perkawinan sebagai kontrak perniagaan, tetapi Islam memandangnya sebagai pertemuan antara dua sifat utama yang ada pada seseorang lelaki dan wanita, agar dengan perkawinan itu dapat diwujudkan tujuan yang amat penting, yaitu kebahagian hidup di dunia dan akhirat serta keturunan yang shalih dan shalihah. Oleh itu seseorang lelaki harus memberi perhatian kepada sifat-sifat yang ada pada wanita pilihannya. Sebab kebahagiaan suami banyak tergantung pada keutamaan sifat isterinya, demikian pula sebaliknya, kebahagian seorang isteri banyak tergantung pada keutamaan sifat suaminya, bukan bergantung pada kedudukannya, pangkat atau kekayaannya.
Persamaan antara calon suami-isteri dalam hal agama dan akhlak harus menjadi dasar pertimbangan pertama untuk menerima pinangan yang diajukkan oleh seorang lelaki. Bila tidak dapat persamaan dalam dua hal itu pinangan patut ditolak. Adapun persamaan dalam segi sosial yang pada umumnya diukur berdasarkan harta kekayaan, kedudukan, pangkat dan asal keturunan sama sekali tidak boleh diutamakan atau dipandang lebih penting selain akhlak dan agama.
Allah SWT berfirman:
وَ أَنكِحُوا اْلأَيَـٰمَـٰى مِنكُمْ وَالصَّـٰلِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْۚ إِن يَكُونُوا فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهٖۗ وَاللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak ) berkawin( dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas ) pemberian-Nya( lagi Maha Mengetahui.” ) An-Nur )24(; ayat; 32(.
Inilah cara Rasulullah SAW ketika beliau melaksanakan perintah Allah SWT mengenai hal itu bagi putrinya Fathimah Az-Zahra RA anha…Baginda SAW memilih calon suami dari seorang lelaki yang patuh kepada agamanya, berani dan teguh imannya, yaitu Ali bin Abi Thalib RA. Ia hanya mampu memberi maskawin senilai 4 dirham.
Lihatlah juga Sa’id bin Al-Musayyab, seorang ulama kenamaan dari kaum Tabi’in ) generasi sesudah generasi para sahabat nabi(. Dia mengikuti jejak Rasulullah SAW dalam memilih calon suami bagi anak perempuannya, yaitu seorang lelaki miskin dan shalih, Sa’id bin Musayyab lebih mengutamakan lelaki yang demikian itu daripada putera seorang ketua negara. Ia sama sekali tidak memandang soal-soal kedudukan, pangkat, kekuasaan, harta dan nilai-nilai lain yang akan hilang. Menantu pilihannya itu itu ialah seorang lelaki miskin bernama ‘Abdullah bin Wad’ah!.
Mari kia renungkan kisah yang diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Wada’ah sendiri mengenai kejadian itu:
“Kata Abdullah bin Wad’ah: Aku sering bergaul dengan Sa;id bin Al-Musayyab, tetapi selam beberapa hari aku tidak bertemu dengannya. Ketika aku datang ke rumahnya ia bertanya: ” Di manakah engkau selama ini?
Aku menjawab: “Aku sedih karena isteriku telah meninggal dunia; Ia menegurku:
Mengapa engkau tidak memberitahu kami agar kami dapat melihatnya?
Ketika aku hendak berdiri dan beransur pergi, ia bertanya: Apakah engkau tidak ingin beristeri lagi? Aku menjawab: Semoga Allah mengasihani anda!. Siapakah yang mau mengawini diriku? Aku tidak mempunyai apa-apa selain dua atau tiga dirham!” Ia menjawab: Aku!” Aku bertanya: “Benarkah anda melakukan hal itu?” Ia menjawab! “Ya!.
Ia lalu mengucapkan kesyukuran ke hadirat Allah dan mengucapkan salawat ke atas Rasulullah SAW, kemudian berjanji akan mengawinkan diriku dengan anak perempuannya, atas dasar maskawin dua dirham. Setelah itu aku bernasur pergi. Aku tidak tahu bagaimana aku dapat meraihkan perkawinanku itu. Sambil berjalan pulang ke rumah, aku memikirkan kepada siapakah aku dapat meminjam wang. Setelah menunaikan shalat Maghrib di Masjid, aku terus menuju kerumah untuk beristirahat. Ketika itu aku sedang berpuasa. Aku makan malam dengan roti kering disapu dengan minyak makan. Tiba-tiba terdengar pintu diketuk orang, aku bertanya: “Siapa?” Orang di luar menjawab: Sa’id!”
Semua orang yang kukenal bernama Sa’id aku beri perhatian, kecuali Sa’id bin Al-Musayyab, karena aku tahu sendiri selama 40 tahun ia tidak pernah ke luar rumah selain ke masjid. Aku membuka pintu, ternyata yang datang adalah Sa’id bin Al-Musayyab. Pada saat itu aku menyangka ia sudah mengubah niat semula untuk mengawinkan diriku dengan anak perempuannya. Aku berkata kepadanya:
“Wahai Abu Muhammad ) nama panggilan Sa’id( kalau anda menyuruh orang memanggilku, aku pasti datang ke rumah anda!” Ia menjawab: ” Tidak! Aku lebih berhak datang kepada engkau?” Aku bertanya: “Apa gerangan yang anda perintahkan?” Ia menjawab: ” Engkau sekarang telah menjadi duda ) tanpa isteri(. Patutlah engkau beristeri.” Aku tidak suka engkau tidur seorang diri, walau hanya semalam. Inilah isterimu!”
Sambil berkata demikian Sa’id menarik seorang wanita ) berpakaian hijab tertutup rapat( yang berdiri di belakangnya, kemudian Sa’id memimpin wanita itu masuk ke dalam rumah, lalu pintu ditutupnya kembali. Setelah mengunci pintu aku cepat-cepat menuju ke sebuah piring tempat roti dan minyak, lalu kuambil dan kuletakkan di tempat yang agak gelap agar tidak dilihat oleh wanita itu. Setelah itu aku naik ke atas anjung rumah ) bahagian atas rumah yang biasanya digunakan sebagai tempat menjemur pakaian atau tempat beristirahat di waktu sore hari(. Aku panggil beberapa tetangga supaya mendekatiku. Mereka bertanya:”
“Wahai ‘Abdullah, apa gerangan dengan kamu!” Aku menjawab: ” Ya, kamu belum tahu. Hari ini Sa’id bin Musayyab mengawinkan diriku dengan putrinya. Tanpa pengetahuan orang lain malam tadi ia datang ke rumahku menghantarkan putrinya itu…..” Mereka bertanya: “Sa’id mengawinkan engkau dengan putrinya?” Ya!” Benar. Mereka segera turun dari anjung rumah, masing-masing untuk melihat isteriku. Tidak berapa lama kemudian ibuku mendengar kabar bahwa aku telah mempunyai isteri lagi. Ia berkata: ” Wahai Abdullah, dengarlah: “Engkau tidak boleh menyentuh dia selama tiga hari, sebelum aku ia kudandani…….Selama tiga hari aku tak mendekati isteriku, selepas itu barulah aku menggaulinya, dan ternyata ia sangat cantik. Di samping itu ia seorang wanita penghafal Al-Qur’an, memahami Sunnah Rasulullah SAW sedalam-dalamnya, dan seorang isteri yang mengenal hak dan kewajibannya terhadap suami. Selama satu bulan Sa’id bin Musayyab tidak menjengukku dan aku pun tidak menjenguknya. Selepas satu bulan aku datang ke rumahnya. Ketika itu ia sedang mengajar murid-muridnya. Aku mengucapkan salam dan ia pun menjawab ucapan salamku. Setelah murid-muridnya keluar meninggalkan tempat, barulah ia bertanya: “Bagaimanakah keadaan manusia itu? ) orang yang dimaksud ialah putrinya(.” Aku menjawab: “Alhamdulillah, baik-baik saja.
Setelah kami berbincang-bincang beberapa lama aku bermohon untuk pulang. Sa’id memberi uang kepadaku sebanyak 20,000 Dirham.
Begitulah kisah perkawinan ‘Abdullah bin Wada’ah yangg diceritakannya sendiri. Seorang yang bernama ‘Abdullah bin Sulaiman mengatakan, bahwa anak perempuan Sa’id bin Musayyab pernah dipinang oleh Khalifah Abdul-Malik bin Marwan ) salah seorang Khalifah dari Dinasti Bani Umayyah( untuk dikawinkan dengan anak lelakinya yang bernama Al-Walid setelah ditabalkan sebagai pengganti pemerintahan ayahnya. Akan tetapi Sa’id bin Musayyab menolak dan tidak mau mengawinkan putrinya dengan Al-Walid.”
Alangkah besarnya perhatian seorang ulama dari kaum Tabi’in ) Sa’id bin Musayyab( terhadap masa depan putrinya, tanpa berunding atau menanyakan terlebih dulu kesediaan putrinya dimana ia terus mengawinkannya dengan ‘Abdullah bin Wada’ah. Sa;id melakukan semua itu karena ia tahu dan yakin sepenuhnya bahwa putrinya akan menjadi isteri seorang ahli taqwa, shalih dan benar-benar takut kepada Allah SWT.
إِذَا جَآءَكُمْ مَن تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ
“Jika datang seorang lelaki kepada kamu ) untuk meminang anak perempuan kamu( dan kamu puas melihat penghayatan agamanya dan akhlaknya, maka kawinkanlah dia.”
Ciri-Ciri Calon Suami Yang Sholeh
Tidak peduli bagaimana sifat dan kepribadian pria, ada karakteristik tertentu yang harus ia miliki untuk menjadi suami yang berkualitas di masa depan. Bagi Anda yang belum menikah atau sedang menyiapkan pernikahan, segera cek apakah pasangan saat ini memiliki kriteria sebagai suami berkualitas di masa mendatang.
Berikut ciri-ciri pria yang pantas untuk Anda jadikan pasangan hidup:
Kuat agamanya
Biar sibuk sekalipun, shalat fardu tetap terpelihara. Utamakanlah pemuda yang taat pengamalan agamanya. Lihat saja Rasulullah menerima pinangan Syaidina Ali buat puterinya Fatimah. Lantaran ketaqwaannya yang tinggi biarpun dia pemuda paling miskin. Utamakanlah pemuda yang jujur membimbing dan memelihara iman anda
Baik akhlaknya
Ketegasannya nyata tetapi dia lembut dan bertolak-unsur hakikatnya. Sopan tutur kata gambaran pribadi dan hati yang mulia. Rasa hormatnya pada orang yang lebih tua. Mudah di bawa berbincang. Tidak terlalu rahasia.
Tidak liar matanya
Perhatikan apakah matanya kerap liar ke arah perempuan lain yang lalu-lalang ketika berbicara. Jika ya jawabnya, dia bukanlah calon yang sesuai buat kamu.
Terbatas pergaulannya
Sebagai laki-laki dia tahu dia tidak mudah jadi fitnah orang, tetapi dia tidak mengamalkan cara hidup bebas.
Tenang wajahnya
Apa yang tersimpan dalam sanubari kadang-kadang terpancar pada air muka. Wajahnya tenang, setenang sewaktu dia berbicara dan bertindak. Berbahagialah kamu jika dicintai calon yang demikian sifatnya.
Jujur
Memiliki pasangan yang jujur bisa memberikan ketenangan batin. Jangan sampai kekasih yang akan dijadikan suami menyimpan rahasia dari Anda. Keterbukaan adalah kunci keharmonisan dalam rumah tangga.
Selalu Memberikan Dukungan
Dukungan dari kekasih adalah penyemangat hidup seseorang. Begitupula jika dia telah menjadi suami di masa depan. Suami yang selalu memberikan dukungan pada istrinya bisa menjadi kunci pernikahan berhasil.
Punya kepribadian menyenangkan
Apakah calon suami punya selera humor yang baik, atau tidak mudah diajak bercanda? Ia adalah orang yang akan menemani Anda menghabiskan sisa hidup. Jika Anda tidak menikmati kebersamaan dengannya sekarang, 10 atau 20 tahun lagi hubungan Anda bisa makin hambar. Pernikahan selalu diwarnai suka dan duka, tapi setidaknya ada saat-saat tertentu pasangan bisa membahagiakan Anda.
Pekerja keras
Tugas seorang pria adalah mencari nafkah untuk keluarganya. Meski saat ini kebanyakan wanita juga berkarier untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga, seorang pria tetap memikul tanggung jawab utama untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
Pria yang malas dan bukan tipe pekerja keras hanya akan membuat rumah tangga Anda terpuruk. Untuk itu, cobalah selektif dalam memilih suami. Tapi, bukan berarti Anda hanya mengharapkan pria kaya untuk dijadikan pasangan hidup. Cari pria yang mau bekerja keras untuk keluarganya.
Mencintai apa adanya bukan ada apanya
Mencintai segala kekurangan yang ada pada diri seseorang akan lebih baik daripada mencintai kelebihannya. Jika pria menyukai wanita dari kecantikannya, suatu saat rasa cintanya bisa saja pudar seiring dengan pudarnya kecantikan Anda. Namun, jika dia bisa menerima segala kekurangan Anda, dialah calon suami yang tepat untuk Anda pilih.
Setelah kita mengetahui tentang tujuan menikah maka Islam juga mengajarkan kepada umatnya untuk berhati-hati dalam memilih pasangan hidup karena hidup berumah tangga tidak hanya untuk satu atau dua tahun saja, akan tetapi diniatkan untuk selama-lamanya sampai akhir hayat kita.
Muslim atau Muslimah dalam memilih calon istri atau suami tidaklah mudah tetapi membutuhkan waktu. Karena kriteria memilih harus sesuai dengan syariat Islam. Orang yang hendak menikah, hendaklah memilih pendamping hidupnya dengan cermat, hal ini dikarenakan apabila seorang Muslim atau Muslimah sudah menjatuhkan pilihan kepada pasangannya yang berarti akan menjadi bagian dalam hidupnya. Wanita yang akan menjadi istri atau ratu dalam rumah tangga dan menjadi ibu atau pendidik bagi anak-anaknya demikian pula pria menjadi suami atau pemimpin rumah tangganya dan bertanggung jawab dalam menghidupi (memberi nafkah) bagi anak istrinya. Maka dari itu, janganlah sampai menyesal terhadap pasangan hidup pilihan kita setelah berumah tangga kelak.
Lalu bagaimanakah supaya kita selamat dalam memilih pasangan hidup untuk pendamping kita selama-lamanya? Apakah kriteria-kriteria yang disyariatkan oleh Islam dalam memilih calon istri atau suami?
A. Kriteria Memilih Calon Istri
Dalam memilih calon istri, Islam telah memberikan beberapa petunjuk di antaranya :
1. Hendaknya calon istri memiliki dasar pendidikan agama dan berakhlak baik karena wanita yang mengerti agama akan mengetahui tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :
Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda : “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan yang beragama niscaya kamu bahagia.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Dalam hadits di atas dapat kita lihat, bagaimana beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menekankan pada sisi agamanya dalam memilih istri dibanding dengan harta, keturunan, bahkan kecantikan sekalipun.
Demikian pula Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang Mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun ia menarik hatimu … .” (QS. Al Baqarah : 221)
Sehubungan dengan kriteria memilih calon istri berdasarkan akhlaknya, Allah berfirman :
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula) … .” (QS. An Nur : 26)
Seorang wanita yang memiliki ilmu agama tentulah akan berusaha dengan ilmu tersebut agar menjadi wanita yang shalihah dan taat pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wanita yang shalihah akan dipelihara oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana firman-Nya :
“Maka wanita-wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara dirinya, oleh karena itu Allah memelihara mereka.” (QS. An Nisa’ : 34)
Sedang wanita shalihah bagi seorang laki-laki adalah sebaik-baik perhiasan dunia.
“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim)
2. Hendaklah calon istri itu penyayang dan banyak anak.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah bersabda :
Dari Anas bin Malik, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : ” … kawinilah perempuan penyayang dan banyak anak … .” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban)
Al Waduud berarti yang penyayang atau dapat juga berarti penuh kecintaan, dengan dia mempunyai banyak sifat kebaikan, sehingga membuat laki-laki berkeinginan untuk menikahinya.
Sedang Al Mar’atul Waluud adalah perempuan yang banyak melahirkan anak. Dalam memilih wanita yang banyak melahirkan anak ada dua hal yang perlu diketahui :
A. Kesehatan fisik dan penyakit-penyakit yang menghalangi dari kehamilan. Untuk mengetahui hal itu dapat meminta bantuan kepada para spesialis. Oleh karena itu seorang wanita yang mempunyai kesehatan yang baik dan fisik yang kuat biasanya mampu melahirkan banyak anak, disamping dapat memikul beban rumah tangga juga dapat menunaikan kewajiban mendidik anak serta menjalankan tugas sebagai istri secara sempurna.
B. Melihat keadaan ibunya dan saudara-saudara perempuan yang telah menikah sekiranya mereka itu termasuk wanita-wanita yang banyak melahirkan anak maka biasanya wanita itu pun akan seperti itu.
3. Hendaknya memilih calon istri yang masih gadis terutama bagi pemuda yang belum pernah nikah.
Hal ini dimaksudkan untuk mencapai hikmah secara sempurna dan manfaat yang agung, di antara manfaat tersebut adalah memelihara keluarga dari hal-hal yang akan menyusahkan kehidupannya, menjerumuskan ke dalam berbagai perselisihan, dan menyebarkan polusi kesulitan dan permusuhan. Pada waktu yang sama akan mengeratkan tali cinta kasih suami istri. Sebab gadis itu akan memberikan sepenuh kehalusan dan kelembutannya kepada lelaki yang pertama kali melindungi, menemui, dan mengenalinya. Lain halnya dengan janda, kadangkala dari suami yang kedua ia tidak mendapatkan kelembutan hati yang sesungguhnya karena adanya perbedaan yang besar antara akhlak suami yang pertama dan suami yang kedua. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjelaskan sebagian hikmah menikahi seorang gadis :
Dari Jabir, dia berkata, saya telah menikah maka kemudian saya mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan bersabda beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Apakah kamu sudah menikah ?” Jabir berkata, ya sudah. Bersabda Rasulullah : “Perawan atau janda?” Maka saya menjawab, janda. Rasulullah bersabda : “Maka mengapa kamu tidak menikahi gadis perawan, kamu bisa bermain dengannya dan dia bisa bermain denganmu.”
4. Mengutamakan orang jauh (dari kekerabatan) dalam perkawinan.
Hal ini dimaksudkan untuk keselamatan fisik anak keturunan dari penyakit-penyakit yang menular atau cacat secara hereditas.
Sehingga anak tidak tumbuh besar dalam keadaan lemah atau mewarisi cacat kedua orang tuanya dan penyakit-penyakit nenek moyangnya.
Di samping itu juga untuk memperluas pertalian kekeluargaan dan mempererat ikatan-ikatan sosial.
B. Kriteria Memilih Calon Suami
1. Islam.
Ini adalah kriteria yang sangat penting bagi seorang Muslimah dalam memilih calon suami sebab dengan Islamlah satu-satunya jalan yang menjadikan kita selamat dunia dan akhirat kelak.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
“ … dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita Mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang Mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke Surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al Baqarah : 221)
2. Berilmu dan Baik Akhlaknya.
Masa depan kehidupan suami-istri erat kaitannya dengan memilih suami, maka Islam memberi anjuran agar memilih akhlak yang baik, shalih, dan taat beragama.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Apabila kamu sekalian didatangi oleh seseorang yang Dien dan akhlaknya kamu ridhai maka kawinkanlah ia. Jika kamu sekalian tidak melaksanakannya maka akan terjadi fitnah di muka bumi ini dan tersebarlah kerusakan.” (HR. At Tirmidzi)
Islam memiliki pertimbangan dan ukuran tersendiri dengan meletakkannya pada dasar takwa dan akhlak serta tidak menjadikan kemiskinan sebagai celaan dan tidak menjadikan kekayaan sebagai pujian. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (nikah) dan hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nur : 32)
Laki-laki yang memilki keistimewaan adalah laki-laki yang mempunyai ketakwaan dan keshalihan akhlak. Dia mengetahui hukum-hukum Allah tentang bagaimana memperlakukan istri, berbuat baik kepadanya, dan menjaga kehormatan dirinya serta agamanya, sehingga dengan demikian ia akan dapat menjalankan kewajibannya secara sempurna di dalam membina keluarga dan menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai suami, mendidik anak-anak, menegakkan kemuliaan, dan menjamin kebutuhan-kebutuhan rumah tangga dengan tenaga dan nafkah.
Jika dia merasa ada kekurangan pada diri si istri yang dia tidak sukai, maka dia segera mengingat sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yaitu :
Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu berkata, bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Jangan membenci seorang Mukmin (laki-laki) pada Mukminat (perempuan) jika ia tidak suka suatu kelakuannya pasti ada juga kelakuan lainnya yang ia sukai.” (HR. Muslim)
Sehubungan dengan memilih calon suami untuk anak perempuan berdasarkan ketakwaannya, Al Hasan bin Ali rahimahullah pernah berkata pada seorang laki-laki :
“Kawinkanlah puterimu dengan laki-laki yang bertakwa sebab jika laki-laki itu mencintainya maka dia akan memuliakannya, dan jika tidak menyukainya maka dia tidak akan mendzaliminya.”
Untuk dapat mengetahui agama dan akhlak calon suami, salah satunya mengamati kehidupan si calon suami sehari-hari dengan cara bertanya kepada orang-orang dekatnya, misalnya tetangga, sahabat, atau saudara dekatnya.
Demikianlah ajaran Islam dalam memilih calon pasangan hidup. Betapa sempurnanya Islam dalam menuntun umat disetiap langkah amalannya dengan tuntunan yang baik agar selamat dalam kehidupan dunia dan akhiratnya. Wallahu a’lam Bis Shawab
Comments
Post a Comment
Silahkan berkomentar semau kalian