KEPUTUSAN MENIKAH
nikah itu apa, yang menjadikannya hingga ketika sepasang muda-mudi telah berjabat hati, yang tergambar adalah pelaminan? Bahkan nekad menerobos gerbang restu, jika orangtua tak membukakannya.
Namun saya bisa melihat dari beberapa kasus, berbicara soal restu orangtua. Kadang, orangtua tidak memberi restu kepada belahan jiwanya bukan lantaran dilarang menikah.Melainkan, kesiapan untuk nikah itu yang dilihat belum siap olehnya.Percayakah, jika sebagian orangtua itu bisa membaca tingkat kematangan buah hatinya untuk jenjang pernikahan? Sehingga muncullah ribuan mantra yang siap dibacakan, bak membaca dongeng menjelang tidur.
Semisal, dari segi usia, masih muda. Yang mengurusi dapur saja,tak tahu letak panci ada di mana. Lalu'ngebet' nikah. Biasanya, dalam kondisi seperti ini, peranan orangtua memberi nasehat atau pandangan pandangan tentang pernikahan mulai dimainkan. Sebab, ia paham benar, ketika usia muda mulai mengenal cinta, deru asmara kian menggebu-gebu seperti orang yang baru pintar mengemudi, selalu ingin membawa kendaraan, walau tak ada keperluan keluar rumah.Dan kerap diingatkan, hati hati. Tapi tetap 'ngebut' di jalan. Lalu sebuah insiden menimpa, tabrakan.
Kalau sudah begini, orangtua kembali lagi pada peranannya menasehati sang anak. Bahwa seperti inilah, ketika petuah orangtua tak lagi indah terdengar di telinga.
Sama halnya dengan pernikahan menggebu-gebu di usia yang relatif muda. Sebab masih banyak ketidaktahuan yang akan dihadapi saat pernikahan tengah berjalan. Serta problema problema lainnya dalam rumah tangga yang sebelumnya tak pernah terfikirkan bisa terjadi, dan kemungkinan dialami.
Jika kesiapan itu seperti membangun tenda perkemahan, maka saat angin sedikit saja berhembus kencang, roboh. Atau porak diporandakan kepanikan, lalu timbullah penyesalan dikarenakan luapan emosi tidak terkontrol. Sebab kita tahu, usia muda itu rentan, terlebih dalam pengaturan emosi.
Jika dalam pernikahan,banyak problema yang tak mampu diselesaikan dengan kepala yang tidak dibuat dingin, maka usia pernikahan itu bisa saja lebih muda dari usia jagung. Lalu, perceraian bisa dipastikan terjadi. Bersyukur jika belum memiliki momongan. Biasanya, kemunculan momongan akan jadi permasalahan baru dalam pernikahan menuju perceraian, jika anak masih kecil. Seperti kita ketahui, perebutan selalu ada, anak ikut ayah atau ikut ibu.
Biasanya, anak yang mengalami kegagalan dalam pernikahan, memutuskan kembali kepada orangtua (jika masih diterima) atau memilih tinggal terpisah dari orangtua (karena merasa malu, gagal dalam keputusan diri). Atau ada juga,tetap memisahkan diri dari orangtua, karena faktor kebebasan yang terus dikejarnya (biasa terjadi pada anak yang tak suka mendengar nasehat alias keras kepala).
Sebenarnya, kekhawatiran orangtua terletak pada ketidaksiapan mental si anak, hanya karena cinta sudah serupa baju baru yang selalu ingin dikenakan, sedang si anak tidak sadar, bahwa baju tidaklah bisa melekat terus di badan, tanpa ditanggalkan karena harus dicuci jika sudah dipakai beberapa jam. Sehingga bisa kita lihat, bagaimana orangtua menginginkan anaknya memasuki pernikahan jika si anak sudah seperti "pencuci pakaian". Sebab ia tahu betul, bagaimana mencuci pakaian itu tak sebatas dicuci saja, sebab ada matahari menantinya untuk dikeringkan.Kemudian panas setrika untuk melicinkan atau merapikan, sehingga terlihat bagus ketika dikenakan kembali. Begitu seterusnya.
Sehingga apapun masalah dalam rumahtangga bukanlah hal yangharus membuat panik, sebab taraf pemahaman dan pandangan benarbenar berfungi dalam menjalani suka-duka pernikahan. Kondisi seperti ini, tak perlu membuat orangtua serupa berada dalam suasana hujan deras yang disertai petir. Karena kepercayaan kepada anak bukanlah sesuatu yang harus dikhawatirkannya. Kenapa?Orangtua merasa tenang, tak ada perpecahan dalam rumahtangga sang anak, sebab itu bukan bagian dari pertumbuhan anak yang ingin dilihatnya.
09 Juni 2013
KETIKA INGIN MENIKAH
Ada pertanyaan yang ingin saya munculkan di sini. Sudah siap kahanda menikah ?Jika iya, maukah memberiku sebuah alasan, agar saya tahu, ragam alasan dari kesiapan memasuki pernikahan.
*Bagi yang sudah menikah. Maukah memberitahuku, ketika 'siap' itu jadi kendaraan ke pelaminan?Terimakasih.
----------------
Ketika seseorang memutuskan menikah, artinya, seperti seorang nelayan di atas sampan. Tentu, dengan kail, umpan, dan jala. Bukan hanya itu, tapi 'bekal' harussudah berpondok dalam benak. Sehingga, saat laut sedikit beriak, perahu tetap dalam keseimbangan. Pun saat ombak coba menggoda bibir sampan, tidak sampai tenggelam. Kenapa ? ada kedua tangan yang dipenuhi antisipasi dalam gerakan mendayung kehidupan.
09 Juni 2013
Comments
Post a Comment
Silahkan berkomentar semau kalian