Zaman terus berganti. Namun ada abad dalam diri manusia yang terus hidup dan berkembang biak, tanpa pernah purba. Adalah kelit dan dengki. Jadi satu komponen, bagai timah dan solder. Atau pena dan kertas. Ketika ia dengki, maka segala kelit akan menghiasai setiap laku. Bagaimana jalan berlubang ditutupi dengan rerumputan. Lalu kau melihatnya serupa taman. Begitu kau hampiri dan tidak perhatikan langkah. Maka berilah selamat pada langkah yang terhenti,karena kaki telah masuk ke dalam lubang kealpaan. Bukan karena kecerobohan. Tapi pada penciumanmu yang tidak mengendus apapun dari setiap hasut dalam hati seorang, sebut saja kawan atau rekan.
Ketika engkau begitu mempercayai seseorang dengan rasa kasih yang kian terasah. Maka dengan segala ketidaksukaan akan dirimu dikarenakan kedengkian, ia akan makin tajam dalam mengiris setiap ketulusanmu. Hingga akhirnya kau sadar, telah tertusuk. Lalu teringatlah ucapan orang kebanyakan: "dalam selimut (selalu) ada musuh".
Ketulusan itu seperti aliran air atauseperti hujan. Ketika ia turun, bukankarena paksaan. Sebab rintiknya yangjatuh hingga ribuan tetes, mampumemenuhi segala ruang ambisi sangpemimpi. Lalu coba menutup jalan jalan orang yang dianggapnya berpeluangmenghentikan langkahnya. Sedang iasadar betul, cara yang ditempuhnyaadalah sebuah penyakit yang bahkandokter saja tak mampu memberikanresep. Sebab hasil diagnosa tak pernah menunjukkan adanya prosespenyembuhan.
Comments
Post a Comment
Silahkan berkomentar semau kalian